BANDUNG – Menjawab krisis ekologi
yang kian mengancam keberlangsungan bumi, para intelektual Islam yang tergabung
dalam Forum Dekan Fakultas Ushuluddin Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)
se-Indonesia mengambil langkah historis dalam dialog aktual Bersama dekan
Ushuluddin se-Indonesia di Bandung. Dalam penutupan Rapat Kerja Nasional
(Rakernas) di Bandung, Kamis (4/12), forum ini secara resmi meluncurkan
“Resolusi Shakti 2025”, sebuah peta jalan transformatif yang menempatkan
teologi Islam sebagai basis perlawanan terhadap kerusakan lingkungan.
Pertemuan yang berlangsung selama
tiga hari (2-4 Desember 2025) di Hotel Shakti dan UIN Sunan Gunung Djati
Bandung ini menyepakati bahwa bencana lingkungan atau krisis alam adalah
cerminan dari kegagalan spiritual manusia modern dalam memaknai hubungannya
dengan alam semesta.
Seluruh peserta forum dekan
(Fordek) yang terdiri dari 30 Dekan Fakultas Ushuluddin se-Indonesia merasakan
duka cita yang mendalam dan ikut mendoakan saudara-saudara kita yang tertimpa
bencana alam dan musibah di Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
Kontribusi Dekan FUPI UIN
Sunan Kalijaga
Lahirnya Resolusi Shakti 2025
tidak terlepas dari diskursus intelektual secara interaktif dan mendalam. Salah
satu peserta yang turut membidani lahirnya dokumen strategis, Prof. Dr. H.
Robby Habiba Abror, M.Hum. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI)
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, berpartisipasi aktif dalam merumuskan kerangka
filosofis resolusi, menekankan bahwa narasi agama harus “turun ke bumi, kritis
dan kontekstual” (down to earth, but critical and contextual). Ia mendorong
agar nilai-nilai kemanusiaan, tafsir dan filsafat ekoteologi menjadi basis
etika publik dan kebijakan institusional yang pro-lingkungan. Kontribusi
pemikirannya menjadi salah satu kunci dalam penyusunan delapan komitmen
transformatif yang menjadi jantung dari resolusi ini. Ia mengingatkan bahwa
kerusakan alam ini sudah amat parah (the destruction of nature is devastating),
manusia bertindak ceroboh, serakah dan seenaknya sendiri, mengabaikan
pelestarian alam, menggunduli hutan, mengeruk kekayaan dan sumber daya alam,
serta berbagai tindakan ceroboh dan sewenang-sewang terhadap alam, sehingga
dapat berakibat merugikan anak cucu yang akan mewarisi bangsa ini serta
mengancam masa depan negeri ini.
Delapan Pilar Transformasi
Resolusi Shakti 2025 menawarkan
pendekatan holistik yang disusun dalam delapan langkah strategis. Pertama,
melakukan reinterpretasi teologis dengan menggeser paradigma antroposentris—di
mana manusia dianggap sebagai penguasa—menjadi ekosentris-relijius yang
menempatkan manusia sebagai pemelihara alam.
Kedua, mendorong transformasi
kurikulum untuk menjadikan lingkungan kampus sebagai laboratorium hidup bagi
penerapan ekoteologi.
Ketiga, memperkuat riset
interdisipliner dan filantropi ekologis yang menggabungkan sains dan agama demi
menciptakan solusi nyata bagi lingkungan.
Keempat, membangun aliansi lintas
sektor melalui kolaborasi yang erat dengan masyarakat adat dan para aktivis
lingkungan.
Kelima, mengembangkan ekonomi
regeneratif serta membangun ekosistem ekonomi hijau yang berlandaskan
nilai-nilai Islam.
Keenam, menjadikan Indonesia
kiblat ekoteologi dunia dalam kampanye global.
Ketujuh, menyediakan platform
digital terbuka sebagai ruang yang menyatukan gagasan, sumber daya, dan
semangat agar ekoteologi menjadi gerakan yang inklusif dan terbuka bagi semua.
Terakhir, membawa narasi Islam
Indonesia yang moderat, inklusif, dan mencintai bumi ke panggung internasional.
Dari Wacana ke Aksi Nyata
Semangat pembaruan ini juga
ditandai dengan regenerasi kepemimpinan. Forum secara aklamasi mendaulat Prof.
Dr. H. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag (Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung
Djati Bandung) sebagai Ketua Forum Dekan Ushuluddin se-Indonesia yang baru,
menggantikan Prof. Dr. H. Lukman Hakim, M.Pd.
Dalam pidato perdananya, Prof.
Wahyudin menegaskan bahwa Ushuluddin tidak boleh lagi berada di menara gading.
“Kita harus hadir dengan ‘solusi langit’ untuk masalah bumi. Kepedulian kita
harus mewujud dalam aksi,” tegasnya.
Komitmen tersebut langsung
dibuktikan di lokasi melalui aksi penanaman pohon di Kampus 2 UIN Bandung serta
penggalangan dana solidaritas untuk korban bencana alam yang baru saja melanda
wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Dukungan Penuh Kementerian
Agama
Kementerian Agama RI menyambut positif inisiatif ini. Langkah Forum Dekan dinilai sejalan dengan visi besar PTKI untuk mengarusutamakan internalisasi nilai-nilai ekologis, kemanusiaan, dan keadilan sosial. Resolusi ini diharapkan menjadi panduan etis bagi ribuan mahasiswa dan akademisi Islam di Indonesia untuk menjadi garda terdepan pelestarian lingkungan.
Melalui Resolusi Shakti, Forum
Dekan Ushuluddin mengirimkan pesan kuat, bahwa menyelamatkan bumi adalah bagian
tak terpisahkan dari menegakkan agama.