Dilihat 0 Kali

05_346_WhatsApp Image 2025-12-04 at 23.22.49 (2).jpeg

Kamis, 04 Desember 2025 12:43:00 WIB

Darurat Iklim, Dekan FUPI UIN Sunan Kalijaga Perkuat Narasi Ekoteologi dan Ikut Membidani Lahirnya Resolusi Shakti untuk Penyelamatan Bumi

BANDUNG – Menjawab krisis ekologi yang kian mengancam keberlangsungan bumi, para intelektual Islam yang tergabung dalam Forum Dekan Fakultas Ushuluddin Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia mengambil langkah historis dalam dialog aktual Bersama dekan Ushuluddin se-Indonesia di Bandung. Dalam penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Bandung, Kamis (4/12), forum ini secara resmi meluncurkan “Resolusi Shakti 2025”, sebuah peta jalan transformatif yang menempatkan teologi Islam sebagai basis perlawanan terhadap kerusakan lingkungan.

Pertemuan yang berlangsung selama tiga hari (2-4 Desember 2025) di Hotel Shakti dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini menyepakati bahwa bencana lingkungan atau krisis alam adalah cerminan dari kegagalan spiritual manusia modern dalam memaknai hubungannya dengan alam semesta.

Seluruh peserta forum dekan (Fordek) yang terdiri dari 30 Dekan Fakultas Ushuluddin se-Indonesia merasakan duka cita yang mendalam dan ikut mendoakan saudara-saudara kita yang tertimpa bencana alam dan musibah di Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Kontribusi Dekan FUPI UIN Sunan Kalijaga

Lahirnya Resolusi Shakti 2025 tidak terlepas dari diskursus intelektual secara interaktif dan mendalam. Salah satu peserta yang turut membidani lahirnya dokumen strategis, Prof. Dr. H. Robby Habiba Abror, M.Hum. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, berpartisipasi aktif dalam merumuskan kerangka filosofis resolusi, menekankan bahwa narasi agama harus “turun ke bumi, kritis dan kontekstual” (down to earth, but critical and contextual). Ia mendorong agar nilai-nilai kemanusiaan, tafsir dan filsafat ekoteologi menjadi basis etika publik dan kebijakan institusional yang pro-lingkungan. Kontribusi pemikirannya menjadi salah satu kunci dalam penyusunan delapan komitmen transformatif yang menjadi jantung dari resolusi ini. Ia mengingatkan bahwa kerusakan alam ini sudah amat parah (the destruction of nature is devastating), manusia bertindak ceroboh, serakah dan seenaknya sendiri, mengabaikan pelestarian alam, menggunduli hutan, mengeruk kekayaan dan sumber daya alam, serta berbagai tindakan ceroboh dan sewenang-sewang terhadap alam, sehingga dapat berakibat merugikan anak cucu yang akan mewarisi bangsa ini serta mengancam masa depan negeri ini.

Delapan Pilar Transformasi

Resolusi Shakti 2025 menawarkan pendekatan holistik yang disusun dalam delapan langkah strategis. Pertama, melakukan reinterpretasi teologis dengan menggeser paradigma antroposentris—di mana manusia dianggap sebagai penguasa—menjadi ekosentris-relijius yang menempatkan manusia sebagai pemelihara alam.

Kedua, mendorong transformasi kurikulum untuk menjadikan lingkungan kampus sebagai laboratorium hidup bagi penerapan ekoteologi.

Ketiga, memperkuat riset interdisipliner dan filantropi ekologis yang menggabungkan sains dan agama demi menciptakan solusi nyata bagi lingkungan.

Keempat, membangun aliansi lintas sektor melalui kolaborasi yang erat dengan masyarakat adat dan para aktivis lingkungan.

Kelima, mengembangkan ekonomi regeneratif serta membangun ekosistem ekonomi hijau yang berlandaskan nilai-nilai Islam.

Keenam, menjadikan Indonesia kiblat ekoteologi dunia dalam kampanye global.

Ketujuh, menyediakan platform digital terbuka sebagai ruang yang menyatukan gagasan, sumber daya, dan semangat agar ekoteologi menjadi gerakan yang inklusif dan terbuka bagi semua.

Terakhir, membawa narasi Islam Indonesia yang moderat, inklusif, dan mencintai bumi ke panggung internasional.

Dari Wacana ke Aksi Nyata

Semangat pembaruan ini juga ditandai dengan regenerasi kepemimpinan. Forum secara aklamasi mendaulat Prof. Dr. H. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag (Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung) sebagai Ketua Forum Dekan Ushuluddin se-Indonesia yang baru, menggantikan Prof. Dr. H. Lukman Hakim, M.Pd.

Dalam pidato perdananya, Prof. Wahyudin menegaskan bahwa Ushuluddin tidak boleh lagi berada di menara gading. “Kita harus hadir dengan ‘solusi langit’ untuk masalah bumi. Kepedulian kita harus mewujud dalam aksi,” tegasnya.

Komitmen tersebut langsung dibuktikan di lokasi melalui aksi penanaman pohon di Kampus 2 UIN Bandung serta penggalangan dana solidaritas untuk korban bencana alam yang baru saja melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Dukungan Penuh Kementerian Agama

Kementerian Agama RI menyambut positif inisiatif ini. Langkah Forum Dekan dinilai sejalan dengan visi besar PTKI untuk mengarusutamakan internalisasi nilai-nilai ekologis, kemanusiaan, dan keadilan sosial. Resolusi ini diharapkan menjadi panduan etis bagi ribuan mahasiswa dan akademisi Islam di Indonesia untuk menjadi garda terdepan pelestarian lingkungan.

Melalui Resolusi Shakti, Forum Dekan Ushuluddin mengirimkan pesan kuat, bahwa menyelamatkan bumi adalah bagian tak terpisahkan dari menegakkan agama.