Yogyakarta, 3 Juni 2025 – Dewan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam menggelar acara bedah buku Ji Untold
Story: Perjalanan Jemaah Islamiyah pada hari Selasa, 3 Juni 2025, di
Teatrikal Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam. Acara ini berlangsung penuh
semangat, mengupas secara mendalam sejarah, perkembangan, hingga pembubaran
sukarela Jemaah Islamiyah (JI) dengan perspektif yang kaya dan beragam dari
para narasumber ahli.
Acara ini dihadiri oleh Khoirul Anam (Staf Khusus
Kadensus 88), Dr. Munawar Ahmad S.S., M.Si (Wakil Dekan II Fakultas Ushuluddin
dan Pemikiran Islam), Solahudin (Pakar Terorisme), dan Para Wijayanto (Eks Amir
Jemaah Islamiyah). Diskusi yang berlangsung menghadirkan sudut pandang yang
komprehensif tentang transformasi JI, dari ideologi radikal hingga langkah
pembubaran organisasi.
Khoirul Anam menyoroti pendekatan Densus 88 dalam
menangani JI. “Pada akhirnya, Densus 88 melakukan pendekatan tanpa kekerasan
fisik, melainkan melalui dialog dengan Jemaah Islamiyah. Pembubaran JI penting
untuk dipahami, bukan dihakimi,” ungkapnya. Pendekatan humanis ini menjadi
sorotan penting dalam diskusi, menekankan pentingnya dialog untuk meredam
konflik.
Sementara itu, Dr. Munawar Ahmad menawarkan
perspektif akademik dengan memperkenalkan teori neo-radikalisme. “Radikalisme
ada dua bentuk, yakni radikalisme kolektif dan radikalisme lone-wolf. Kami
menawarkan cara baca untuk memahami terorisme melalui berbagai teori,”
jelasnya. Pendekatan ini memberikan kerangka teoritis untuk memahami dinamika
radikalisme secara lebih mendalam.
Solahudin, sebagai pakar terorisme, memaparkan
transformasi signifikan dalam tubuh JI. “JI telah melakukan perubahan, baik
dalam perilaku kekerasan maupun ideologi, dari radikal menuju Pancasila. Mereka
juga merombak organisasi dengan membubarkan diri dan mengevaluasi kurikulum
pesantren,” ungkapnya. Pernyataan ini mencerminkan langkah JI untuk
berintegrasi kembali ke dalam nilai-nilai nasional.
Para Wijayanto, Eks Amir JI, turut berbagi
pengalaman pribadi dengan menyoroti empat perilaku JI yang tidak dapat
ditoleransi: ghulu (ekstrem dalam mengkafirkan), harb
(terorisme), radikalisme (keinginan mengubah negara menjadi syariat Islam), dan
kekerasan (seperti mutilasi tiga siswa GKT Kristen di Poso). “Perilaku ini
tidak dapat dibenarkan dan harus dihentikan,” tegasnya.
Acara ini juga dimeriahkan dengan persembahan seni Tari
Sekar Ganjer yang memukau, menambah semarak suasana. Para peserta, yang
terdiri dari mahasiswa, akademisi, dan masyarakat umum, tampak antusias
mengikuti diskusi yang tidak hanya informatif, tetapi juga menginspirasi untuk
memahami dinamika sosial dan ideologi secara kritis.
Acara bedah buku ini menjadi wujud komitmen
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam dalam mendorong diskusi intelektual
yang konstruktif, sekaligus memperkuat pemahaman tentang pentingnya pendekatan
dialogis dan inklusif dalam menyikapi isu-isu sensitif seperti radikalisme dan
terorisme.
Reporter: Tim Media-Naufal Fillah Attaqy