Dilihat 0 Kali

05_764_WhatsApp Image 2025-11-21 at 05.17.50.jpeg

Kamis, 20 November 2025 18:16:00 WIB

Prof. Robby Abror di Kajian Masjid Kampus UGM: AI Detachment dan Filsafat Islam Kunci Kedaulatan Berpikir Manusia

YOGYAKARTA – Untuk menjawab kekhawatiran global mengenai dominasi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang semakin menggerus kemampuan kognitif manusia, Masjid Kampus (Maskam) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Kajian Kamis Sore yang mengangkat tema krusial: “Peran Agama dan Filsafat Islam di Era AI.” Kajian Kamis Sore adalah program rutin Masjid Kampus UGM yang menghadirkan tokoh-tokoh intelektual untuk mendiskusikan isu-isu kontemporer dalam perspektif Islam, sains, dan kebudayaan, terbuka untuk civitas akademika dan masyarakat umum.

Acara yang berlangsung pada Kamis sore (20/11/2025) tersebut menghadirkan Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. H. Robby Habiba Abror, M.Hum. Dalam paparannya, Prof. Robby menawarkan perspektif segar: menggabungkan khazanah filsafat Islam klasik dengan konsep modern AI Detachment.

Dalam konsep yang ditawarkannya tersebut, Prof. Robby menyoroti fenomena Cognitive Offloading, yakni kecenderungan manusia untuk menyerahkan tugas berpikir kritis dan keputusan moral kepada mesin atau algoritma. Ia memperingatkan bahwa sekadar melakukan Digital Detox atau mematikan layar, tidak lagi cukup. “Kita perlu melangkah ke gelombang kesadaran kedua, yaitu AI Detachment. Ini bukan anti-teknologi, melainkan menjaga jarak kedaulatan otak. Kita harus menolak menyerahkan otonomi berpikir kita kepada mesin,” tegas Prof. Robby di hadapan ratusan jamaah mahasiswa dan umum.

Prof. Robby juga mengajak audiens menyelami kembali pemikiran para filsuf Muslim legendaris seperti Al-Jurjani, Al-Farabi, dan Ibnu Rusyd sebagai landasan etis menghadapi teknologi. Mengutip Kitab at-Ta’rifat karya Al-Jurjani, beliau menjelaskan bahwa agama adalah institusi Ilahi yang membimbing orang berakal sehat menuju kebaikan esensial. “Definisi ini menegaskan bahwa agama (syariat) dan akal (filsafat/sains) adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, bahkan di era digital,” ujarnya.

Lebih jauh, beliau membedah harmoni akal dan wahyu menurut Ibnu Rusyd, yang menyebut filsafat (Hikmah) dan Agama (Syariat) sebagai “saudara sepersusuan” (al-ukht al-radi’ah). Keduanya bersahabat secara alami dan mencintai secara esensi, sehingga kemajuan teknologi sebagai produk akal seharusnya tidak membenturkan manusia dengan nilai agamanya.

Sebagai puncak dari pembahasan, Prof. Robby merujuk tiga metode berpikir dalam epistemologi Islam: Burhani (demonstrasi rasional), Bayani (teks wahyu), dan Irfani (intuisi/spiritual). Menurut Prof. Robby, AI mungkin sangat canggih dalam aspek Burhani (logika data), namun ia tidak memiliki aspek Irfani (rasa spiritual dan intuisi hati). “Inilah yang membedakan manusia dengan mesin. Kedaulatan manusia ada pada kemampuan menyeimbangkan rasionalitas dengan hati nurani yang tidak dimiliki algoritma,” pungkasnya.

Kajian ini ditutup dengan kesimpulan bahwa mempelajari filsafat Islam bukan berarti mundur ke masa lalu, melainkan mengambil bekal atau senjata intelektual untuk tetap menjadi manusia yang utuh dan bahagia di tengah gempuran otomatisasi. (Jahfal/Fairuz)