Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Gairahkan Kajian Manuskrip di Padang

Era disrupsi membuat sebagian orang melakukan banyak inovasi serta tak mau lagi menengok pada tatanan dan nilai yang diproduksi masa lalu. Karena itu, saat ini ilmu-ilmu yang berupaya mengungkap kekayaan intelektual masa lalu pun menjadi tidak diminati. Di kampus-kampus, peminat filologi yang mengkaji manuskrip sangatlah sedikit. Padahal adanya masa sekarang ini merupakan sebuah rangkaian dari proses panjang di masa lalu. Banyak hal dari masa lalu yang sangat relevan diterapkan pada masa sekarang.

Demikian dikatakan oleh Adib Sofia, Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, saat ditemui di ruang kerjanya, ruang Sekretaris LPPM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (8/9/2022). Adib menuturkan bahwa keprihatinan itu juga dirasakan di Universitas Andalas sehingga pada 29 Agustus 2022, ia diundang untuk menjadi narasumber Kuliah Umum di Universitas Andalas dengan tema “Filologi: Memahami Masa Lalu untuk Menghadapi Masa Depan”.

Menurut Adib, kuliah umum tersebut didahului dengan sambutan hangat dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, yaitu Prof. Dr. Herwandi, M. Hum. dan Ketua Jurusan Sastra Indonesia, Dr. Asliya, M.Hum. Hadirin yang terdiri atas dosen serta mahasiswa dari kampus setempat terlihat sangat antusias. Ini terbukti dari Ruang Seminar Fakultas Ilmu Budaya yang penuh sesak hingga sebagian harus duduk di lantai. Diskusi pun berjalan seru hingga selesainya acara.

Adib mengatakan, saat itu ia menyampaikan bahwa filologi merupakan ilmu yang sangat penting. “Ungkapan yang lalu biarlah berlalu, cukupkan saja hanya untuk mereka yang putus cinta,” guraunya, “ilmuwan yang baik selalu dapat menghargai masa lalu, menghadapi masa kini, dan menyiapkan masa depan”, lanjutnya. Adib menjelaskan bahwa di Universitas Andalas, ia mengemukakan sejarah, pengertian, paradigma, objek, teori, dan metode filologi secara ringkas.

“Saat itu saya menjelaskan bahwa bahasa, sastra, agama, budaya, perkembangan berpikir manusia, sejarah, dan peristiwa yang pernah ada dapat kita ungkap dengan filologi,” jelasnya. Ia juga banyak memberi contoh kehidupan dalam manuskrip yang berulang pada kehidupan masa sekarang. Di akhir paparannya, Adib mengajak untuk tidak hanya membagi filologi menjadi filologi tradisional dan filologi modern, namun juga filologi postmodern.

Usai FGD bersama para filolog dari Universitas Andalas, UIN Imam Bonjol, dan Lembaga Suri

Selanjutnya, Adib menuturkan bahwa hari berikutnya, yakni pada 30 Agustus 2022, Adib kembali menggairahkan filologi di Universitas Andalas melalui Focus Group Discussion (FGD) di Minangkabau Corner Universitas Andalas. Adib beradu argumen dengan 6 filolog lainnya dari Universitas Andalas, UIN Imam Bonjol, dan Lembaga Suri dalam FGD yang bertajuk “Eksistensi dan Karakteristik Naskah-Naskah Nuruddin Ar-Raniri di Sumatera Barat”. FGD yang dipimpin oleh Kepala Minangkabau Corner Universitas Andalas, Pramono, Ph.D. itu membuahkan banyak benang merah mengenai hubungan antara ulama Aceh dan ulama Padang.

Mengkaji manuskrip kepada pewaris sekaligus pemilik manuskrip, Tuanku A. Malin Bandaro di Surau Simaung

Hari selanjutnya (31 Agustus s.d. 1 September 2022) Pramono, Ph.D dan tim Minangkabau Corner memandu Adib untuk melakukan peninjauan terhadap manuskrip-manuskrip yang tersimpan di berbagai tempat di Padang, yaitu Surau Simaung, Surau Parak Pisang, Surau Paseman, dan Surau Calau. Di Surau Simaung, Adib mendapat akses khusus untuk mengkaji secara langsung sejumlah manuskrip bersama pewaris sekaligus pemilik manuskrip, Tuanku A. Malin Bandaro. Adib juga berkunjung ke Museum Adityawarman serta Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sumatera Barat yang menyimpan manuskrip. Di dua tempat itu, ia ditemui langsung oleh para pimpinan lembaga. Hingga wawancara ini dilakukan, Adib masih berkoordinasi dengan koleganya di Padang secara daring dalam membaca manuskrip Padang. (Ref)