Oleh: Muhammad Khothibul Umam
Mahasiswa Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Senin, 12 Mei 2025, umat Buddha di seluruh dunia dan khususnya di Indonesia merayakan hari suci dalam tradisi keagamaan mereka: Trisuci Waisak atau Hari Raya Waisak—sebagian lain menyebutnya Hari Buddha. Dinamakan Trisuci karena pada hari itu diperingati sebagai hari kelahiran, kecerahan, dan wafatnya Sang Buddha Gotama. Adapun kata ‘Waisak’ merupakan nama bulan dalam penanggalan kalender India kuno: bulan Vaisakha (Sansekerta: Vaiśākha). Dan di setiap tahunnya perayaan Trisuci Waisak di Indonesia diselenggarakan secara meriah, sakral juga penuh khidmat, seperti yang sudah menjadi tradisi di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah ini, yang mana pada tahun ini pun menggelar perayaan hari suci umat Buddha, Waisak secara nasional yang dihadiri oleh ribuan peserta domestik dan bahkan mancanegara.
Waisak bukan hanya sekedar hari suci keagamaan, melainkan sarana atau momen perenungan makna kehidupan dan eksistensi diri, seperti yang telah dialami oleh Siddharta Gotama atau Sang Buddha yang telah mencapai puncak pengetahuan (kesadaran) tertinggi: Nirvana. Dalam kisah pengembaraan spiritualitas dan ajarannya, Sang Buddha banyak menekankan pada kesadaran akan kontrol diri terhadap realitas. Sang Buddha memperingati kita akan ‘fana’ dan ‘sementara’ nya dunia, termasuk kita yang merupakan bagian darinya. Hal ini memberi arti bahwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari perlulah senantiasa diiringi dengan rasa sadar akan hakikat dari hidup yang tidak akan abadi, sehingga fanatisme berlebihan dan gairah mengejar hal-hal duniawi perlu untuk dihindari. Buddha juga mengajarkan Dhamma, yang kurang lebih berisi tentang bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam menjalani hidupnya. Mampu bertutur dan berperilaku bajik dan tidak bertindak tercela.
Selain dari kisah hidup dan ajaran yang dituturkan oleh Sang Buddha, dalam perayaan Trisuci Waisak pun penuh dengan simbol-simbol yang bermakna sangat dalam jika direnungkan secara khidmat. Seperti yang telah menjadi tradisi di Candi Borobudur setiap menggelar perayaan Trisuci Waisak, yakni mengadakan iring-iringan dengan para rombongan Bhikkhu dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur. Dalam rombongan iring-iringan tersebut pun, tidak hanya Bhikkhu, melainkan juga kirab keragaman budaya di Indonesia serta arak-arakan hasil bumi yang dipanen langsung di tanah air ini. Melambangkan keanekaragaman atau pluralitas kehidupan, menegaskan perlunya kesadaran saling menerima dan memahami. Serta dari arak-arakan hasil bumi memiliki makna sebagai ungkapan rasa syukur akan rezeki untuk menghidupi diri juga pengingat nasib kehidupan manusia yang akan berakhir sama seperti tumbuh-tumbuhan; kelak akan membusuk (tidak akan abadi).
Sang Buddha tidak meninggalkan dunia bukan untuk dirayakan secara meriah, tetapi lebih pentingnya adalah bagaimana inti dari setiap ajarannya yakni rasa sadar akan kehidupan. Apalagi melihat di zaman digital, globalisasi yang menyebabkan kebingungan publik terhadap nilai, ajaran Buddha relevan sebagai penawar yang memberikan ‘rasa segar’ dari dahaga ketidakpastian. Cepatnya arus rutinitas yang padat serta tuntutan sosial yang tiada habisnya menjadi kendala utama manusia zaman ini, mengakibatkan mereka kehilangan waktu untuk dapat merenungi dan merefleksikan kehidupan secara mendalam. Maka Waisak menjadi momentum yang tepat untuk dapat kembali merenungi apa saja yang telah kita perbuat selama hidup dan bagaimana selanjutnya kita dapat bersikap dan mengontrol diri.
REFERENSI
https://www.tempo.co/hiburan/makna-ritual-thudong-perjalanan-panjang-para-biksu-sejak-zaman-buddha-58121 (diakses pada tanggal 15 Mei 2025, pukul 15:12 WIB)
https://kemenag.go.id/buddha/makna-perayaan-waisak-oPwn4 (diakses pada tanggal 15 Mei 2025, pukul 15:12 WIB)
https://id.wikipedia.org/wiki/Siddhattha_Gotama?wprov=sfla1 (diakses pada tanggal 15 Mei 2025, pukul 16:25 WIB)
https://id.wikipedia.org/wiki/Dhamma?wprov=sfla1 (diakses pada tanggal 15 Mei 2025, pukul 17:15 WIB)
https://id.wikipedia.org/wiki/Waisak?wprov=sfla1 (diakses pada tanggal 15 Mei 2025, pukul 17:20 WIB)