Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar forum bertajuk Peran BNSP dalam Mendorong Standarisasi dan Lisensi Ahli Al-Qur’an dengan menghadirkan Dr. KH. Muhammad Nur Hayid, S.Th.I., M.M., C.SM., anggota Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sekaligus Pengasuh Pesantren Skill Nurul Hayat. Kegiatan ini dibuka dengan arahan Wakil Rektor III UIN Sunan Kalijaga, Dr. Abdur Rozaki, M.Si., bersama Dekan FUPI, yang memberikan apresiasi tinggi atas inisiatif fakultas dalam merespons isu strategis sertifikasi profesi di bidang keagamaan.
Dalam pemaparannya, Dr. Nur Hayid menyoroti pentingnya standarisasi profesi keagamaan yang hingga kini belum sepenuhnya terintegrasi secara nasional. Ia menegaskan, Kementerian Agama kerap mendapat kritik karena dinilai lambat merespon isu-isu profesi di sektor keagamaan. “Beberapa sektor seperti pendidikan Islam, wakaf, dan penyuluh agama memang sudah memiliki standar, tetapi belum tersusun secara nasional. Karena itu, kita perlu merancangnya dari bawah untuk kemudian diajukan ke atas,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa Menteri Agama, Prof. Nasaruddin Umar, telah menginstruksikan agar semua profesi di bawah Kemenag disiapkan standarnya sehingga dapat disertifikasi, dan langkah Fakultas Ushuluddin dinilai tepat untuk menindaklanjuti arahan tersebut.
. Tradisi keilmuan Islam yang diwariskan melalui jalur sanad seperti tahsin, tilawah, tahfiz, qira’ah sab’ah, tajwid, kaligrafi, dan tafsir perlu diformulasikan ke dalam standar yang jelas. Bahkan, bidang keilmuan lain seperti hadis, filsafat Islam, sosiologi agama, hingga studi agama-agama juga penting untuk dikembangkan dalam kerangka sertifikasi agar tidak hanya menjaga kualitas, tetapi juga memberikan pengakuan resmi atas kompetensi para ahli.
Dalam konteks ini, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam memiliki peran strategis. Skema sertifikasi bisa dirancang bertahap, misalnya untuk bidang tafsir maupun hadis dibuat jenjang sertifikasi mulai dari tingkat muda, madya, hingga utama. Dengan demikian, keahlian seorang mufasir, muhaddis, atau akademisi dalam bidang studi agama dapat diakui tidak hanya oleh komunitas ilmiah, tetapi juga oleh negara. Manfaat sertifikasi pun dipandang luas mulai dari standarisasi kompetensi, peningkatan kualitas pembelajaran, pengakuan formal, perluasan peluang karier, motivasi diri, kepercayaan masyarakat, hingga penguatan kelembagaan. Untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan infrastruktur asesmen yang lengkap, mulai dari standar kompetensi kerja, skema sertifikasi, perangkat asesmen, ketersediaan asesor kompetensi, hingga tempat uji sertifikasi.(syaf)