Focolare Movement x Rumah Gender FUPI Gelar Dialog Merangkai Persaudaraan

Konferensi Dialog Merangkai Persaudaraan ini digelar di Gedung Teatrikal Perpustakaan, 22 Mei 2023 atas inisiasi Rumah Gender Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga dengan menggandeng Focolare Movement.
Gerakan Focolare merupakan sebuah gerakan pembaharuan spiritual dan sosial, yang didirikan di Trent, Italia, pada tahun 1943, pada masa Perang Dunia Kedua. Gerakan ini bertujuan untuk mempromosikan persaudaraan dan untuk mencapai dunia yang lebih bersatu di mana orang menghormati dan menghargai keragaman. Untuk mencapai tujuan ini, orang-orang dari Gerakan ini terlibat dalam berbagai bentuk dialog dan berkomitmen untuk membangun jembatan hubungan persaudaraan di antara individu-individu, antara kelompok-kelompok budaya dan di setiap bidang masyarakat.
Focolare memiliki aturan, presidennya akan selalu seorang wanita, dengan wakil presiden pria yang merupakan seorang pastor. Presiden saat ini adalah Margaret Karram dan wakil presidennya adalah Jesús Morán. Margaret Karram yang saat ini hadir di tengah-tengah peserta forum, menularkan semangat kebaikan dan persaudaraan. Ia banyak bercerita tentang masa kecilnya di Palestina. Sebagai penganut Katolik yang tinggal di negara yang mayoritasnya Muslim, ia mendapatkan rundungan yang justru ia balas dengan kebaikan-kebaikan sesederhana membagikan roti. Tapi ini bukan masalah roti, ini adalah tentang berlapang hati.
Pembicara selanjutnya, Antonio Salimbeni dan Rita Moussalem sebagai Co-Directors for Interreligious Dialogue berbicara mengenai gerakan-gerakan dalam bidang sosial dan akademik di Focolare. Sejak 2002 menyelenggarakan symposium, seminar, panel diskusi yang berkenaan dengan bidang teologi yang sangat berguna bagi kehidupan praktis sehari-hari.
Memiliki visi yang sama dengan Focolare, Prof. Dr. Inayah Rohmaniyah, M.Hum., M.A dengan bangga memaparkan kegiatan dan program yang dilakukan oleh Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam yang concernnya untuk menjawab problem-problem di dunia pendidikan seperti pendidikan melahirkan SDM yang paradoksal yang cenderung memisahkan disiplin keilmuan dan kemampuan nalar/berpikir kritis rendah yang jika tradisi berpikir semacam ini langgeng, akan menumbuhkan intoleransi terhadap perbedaan-perbedaan. Kegiatan yang dimaksud antara lain: Cross Cultural Religious Literacy (CCRL) bagi guru-guru madrasah dan pesantren, Field Trip and Interfaith Dialogue, Sekolah Lintas Iman, International Conferences, dan masih banyak yang lain.
Dicky Sofjan, MPP., M.A., Ph.D. sebagai moderator menggarisbawahi bahwa critical thinking dan social negotiation adalah cara agar kita dapat menyelenggarakan pembelajaran agama yang progresif. *Hasna