Urgensi teori sosial dalam memahami Hadis
Oleh : Aidah nuranindita
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hampir seluruh umat muslim sepakat bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan Hadis sebagai sumber hukum islam yang kedua. Berpijak dari Nabi Muhammad SAW yang selalu di teladani oleh kaum muslim , sehingga hadis memiliki definisi sebagai segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan (qawlí) perbuatan (fi’lí) maupun persetujuan (taqrírí). Nabi sebagai tokoh yang bertugas sebagai penjelas dari seluruh kandungan isi al-Qur’an , seehingga perkataan , perbuata maupun ketetapan yang di sebut Hadis di anggap sebagai salah satu cara dalam mentafsirkan al-Qur’an sebagai sumber hukum.
Meski secara spiritual Nabi Muhammad berbeda namun Nabi Muhammad yang juga sebaagai Rasul terakhir itu terlahir seperti manusia pada umumnya dari aspek kebutuhan , bersosialisasi dan bahkan nabi merupakan bagian dari komunitas masyarakat di jarzirah arab pada masa tersebut sehingga dari hal tersebut dapat di ketahui bahwa Hadis yang berupa perkataan , perbuatan dan ketentuan Nabi juga di pengaruhi oleh kondisi pada saat itu baik politik , sosial ekonomi dan lain sebagainya.
Dengan kata lain Hadis yang juga sebagai sumber hukum Islam kedua ini terikat ruang dan juga waktu, sehingga di masa kini yang jarak antara masa Nabi dan masa kini terpaut waktu yang sangat panjang perlu adanya disiplin berbagai ilmu untuk memahami Hadis nabi tersebut. Terlebih jika di lihat dari aspek sosial kondisi sosial arab pada masa itu jelas berbeda dengan kondisi Indonesia.
Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki beragam keragaman baik budaya , ras , maupun bahasa. Namun untuk keagamaan sendiri masyarakat Indonesia bermayoritas muslim sehingga berpegang teguh terhadap al-Qur’an dan al-Hadis.
Berangkat dari kondisi sosial yang berbeda antara kondisi arab saat Hadis lahir dan kondisi Indonesia yang beraneka ragam , maka perlu pengkajian berbagai disiplin ilmu termasuk melalui pendekatan Sosiologis salah satunya, namun pengkajian ini tidak untuk menimbulkan keraguan atau ketidakpercayaan terhadap Nabi melainkan agar Islam di pahami sesuai dengan misi Universalnya yakni Rahmatan li alamin sehingga hadis juga tidak hanya di pahami secara literal saja melainkan secara konteks sosialnya juga.
Adapun urgensi memahami hadis secara sosial pertama banyak hadis yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia , namun secara faktanya juga banyak hadis yang bertentangan dengan hadis lain misalnya , hadis tentang perintah memerangi non-muslim hingga mereka beriman atau tentang kawin mut’ah , yang mana hal tersebut berkaitan antar manusia. Kedua Nabi Muhammad SAW yang juga sebagai bagian dari masyarakat sosial pada saat itu , yang bersosialisasi dan berinteraksi dengan masyarakat baik muslim maupun non-muslim juga interaksi yang di lakukan bersipat individu maupun kelompok, karenanya dalam hadis terdapat disiplin ilmu Asbabul Wurud atau ilmu yang mempelajari tentang latar belakang/sebab turunnya hadis.
Berangkat dari urgensi tersebut maka kajian hadis menggunakan teori sosial di perlukan , penggunaan teori sosial dalam hadis mengacu pada berbagai aspek gejala sosial yang terjadi di masyarakat yang hidup ketika hadis Nabi di sabdakan , kajian sosial terkait dengan masyarakat karena segala sesuatu berasal dari masyarakat yakni mempelajari hubungan dan menganalisis gejala sosial yang terjadi di masyarakat dan hasil pengkajiannya dapat di relevansikan dengan kondisi pada saat ini