Teori Sosial Studi Hadis Memahami Konsep Hadis Laranagan Bertasyabbuh
Rifki Azka
19105050039@student.uin-suka.ac.id
Hadis tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi salah satu rujukan utama para umat muslim dalam mengambil sebuah hukum setelah adanya Al Qur’an. Dalam meneliti hadis selalu banyak problematika ketika memahami sebuah hadis. Memahami hadis merupakan suatu hal tidak mudah, karena bagian ini termasuk dalam kegiatan studi hadis yang paling rumit dan banyak ikhtilaf pendapat dari para ulama. Dalam memahami hadis tidak hanya serta merta melihat dari teks hadis itu sendiri, akan tetapi sangat penting melihat dari sisi konteks hadis tersebut. Tanpa adanya melihat kontekstual dari sebuah hadis maka akan banyak pemahaman-pemahaman yang miring bahkan
bisa dikatakan tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Setiap tahunnya masyarakat Indonesia khusunya umat muslim selalu terjadi kontroversi terhadap hadis-hadis Rasulullah yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Salah satunya yakni, hadis tentang menyerupai kelompok lain. Hadis tersebut selalu menjadi dalil utama dan sering muncul ketika masyarakat Indonesia sedang gencar-gencarnya meniru tradisi dan budaya dari bangsa Barat (non-muslim). Hadis ini sangat marak dan populer khsusunya dalam media sosial (online) ketika menjelang pergantian tahun masehi, karena mayoritas masyarakat Indonesia selalu merayakan dengan meniup terompet dan pesta kembang api. Mayoritas umat muslim selalu memberikan statement (pendapat) bahwa perbuatan tersebut sama saja meniru tradisi dan budaya orang-orang kafir.
Hadis tersebut perlu dikaji dan diteliti secara teksnya saja akan tetapi tentang asbabul wurud, konteks sosial, kandungan makna, dan maksud dari hadis tersebut. Salah satu periwayat dari hadis tasyabbuh yakni, Imam Ahmad ;
بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيَّ السَّاعَةُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَجَعَلَ رِزْقُى تَحْتَ ظِلُّ رَمْحَيَ وَجَعَلَ الذِّلَةُ وَالصِّغَارُ عَلَى مَنْ خِالِفُ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Rasulullah SAW bersabda: 'Aku diutus di zaman sebelum kiamat dengan pedang hingga hanya Allah sajalah yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya, dijadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan dan kenistaan atas siapa saja yang menentang perintahku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka. (Teks Hadis yang utuh ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Baihaqi dan Abdu bin Humaid dari Ibnu Umar).
Hadis ini secara ringkas menjelaskan perihal larangan untuk tasyabbuh (menyerupai) kaum kafir. Dalam ajaran agama Islam hadis ini berusaha untuk memberikan perbedaan dalam agama lain bukan hanya dalam bentuk batiniyah (keyakinan) saja. Akan tetapi, menggambarkan bahwasannya perbedaan itu juga termasuk dalam perilaku lahiriyah (perilaku).
Pada zaman Rasulullah saw. Identitas dari seseorang itu sangatlah penting. Karena, pada zaman tersebut antara orang arab memiliki bahasa, tradisi, dan pakaian yang sama, sehingga bagamaimana cara Rasulullah membedakan antara umat muslim dan non-muslim pada zaman tersebut. Ketika waktu itu pernah ada seorang kafir yang masuk Islam di waktu pagi hari, kemudian dia ikut dalam kegiatan umat muslim dalam merancang bagaimana strategi dakwah. Tanpa disadari di sore hari orang tersebut murtad dari agama Islam dan kembali ke keyakinannya yang dulu. Inilah satu bentuk ancaman terhadap umat muslim dengan adanya sebuah pengkhianatan.
Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw. Menyikapi kasus tersebut dengan melakukan perkumpulan internal dengan beberapa umat Islam. Beliau mulai dengan melakukan salah satu bentuk untuk mebentengi umat Islam dengan memakai loyalitas identitas tertentu. Rasulullah saw. Melarang umat Islam untuk menyerupai kaum Majusi dan Nasrani, dikarenakan mereka sangat berpengaruh di masa itu. Mereka juga sebagai ancaman dalam menjaga stabilitas politik Madinah. Maka dari itu, Rasulullah memberikan perintah kepada umat Islam untuk tidak menyerupai kaum Musrik, Majusi, dan Nasrani dalam hal berpakaian, memakai kumis, jenggot, sendal, dan sepatu.
Apabila kita melihat konteks zaman Nabi kemudian kita sandingkan konteks dengan zaman sekarang, apakah masih sama perihal pembeda identitas dan loyalitas keislaman dengan kaum non-muslim dengan zaman saat ini? Maka dari itu, pentingnya memahami makna dan maksud dari hadis itu dengan melihat latar belakang social, politik, budaya, serta illah pada hadis tersebut. Dilihat dari latar illah dan latar belakang social maupun politiknnya sudah berbeda dengan zaman saat ini, maka dalam konsep memahami hadis inipun juga berbeda.
Mengutip dari salah satu pemuka tokoh madzhab Imam Abu Hanifah yaitu Abu Yusuf memahami hadis itu perlu menggunakan kaedah : “Apabila dalam suatu nash (Al Qur’an dan Hadis) hadir dilatar belakangi oleh sebuah tradisi, kemudian tradisi itu berubah, maka konsep pemahaman hadis tersebut juga berubah.” Menurut Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub di dalam kitabnya “al-Turuq al-Shahihah fi fahmi Sunnah al-Nabawiyah” pada masa Nabi, Rasulullah memerintahkan umat Islam untuk mencukur kumis dan jenggotnya, karena pada waktu itu para kaum musyrik memiliki kumis dan jenggot yang lebat karena tidak dicukur.
Hadis tasyabbuh ini dilarang apabila seseorang menyerupai orang lain diiringi dengan niat dan sikap ridha terhadap mereka. Dengan demikian, jika tidak ada niat dan sikap ridha terhadap mereka tidak pantas dikatakan bagian dari mereka. Dalam hadis ini, perlunya kaedah الأم ر بمقاصدها artinya suatu perbuatan itu berdasarkan maksud tujuan dan niatnya.
Wallahu ‘alam bi Showab