Samia Kotele Lihat Muslimah Perancis dan Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

Samia Kotele
USICON – USICON sebagai sebuah konferensi yang diadakan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sejak 5 tahun lalu memang selalu menggelitik peserta untuk mengikuti ajang internasional ini. Tema yang dihadirkan juga menjadi salah satu motivasi peserta untuk konsisten mengikuti acara dari awal hingga akhir. Tema-tema aktual terkait dengan pandemi menjadi pilihan untuk diangkat di tahun ini. Selain tema, pembicara yang dihadirkan juga selalu berbeda dari tahun ke tahun.
Pada sesi pertama tanggal 27 Juni 2021 turut menghadirkan pembicara dari Lyon University, Perancis. Samia Kotele tampak masih segar, sebab baru pukul 7 pagi di Perancis, ketika dia harus berbicara untuk forum. Ia berbicara banyak tentang tantangan atau bahkan chaos yang terjadi sejak pandemi terutama yang dialami perempuan. Perempuan muslim di Perancis belum selesai menghadapi Islamophobia, namun sudah dihadapkan pada problem baru.
“Kita mengalami kesulitan yang berarti di mana kita dituntut untuk berpikir tentang alternatif baru yang sebelumnya tidak pernah kita pikirkan sama sekali hanya untuk tetap bertahan hidup. Dalam hal ini, perempuan diuntungkan dengan momentum untuk menemukan dan atau memperluas agensi mereka”. Awalnya.
Bahkan perempuan Indonesia sudah memulainya sejak sebelum krisi Covid-19 berlangsung. Mereka sudah bisa memperluas diri dalam beberapa krisis yang sudah tercatat sebelumnya dalam nokta hitam sejarah Indonesia.
Tidak hanya di Indonesia, di Perancis sendiri perempuan muslimah juga mengalami pola yang sama dengan perempuan Indonesia. Bahkan mereka juga menjadi garda terdepan dalam menangani pandemi yang sedang berlangsung. Salah satu langkah yang dilakukan adalah meningkatkan kohesi sosial antar Muslimah.
“Kita bisa belajar juga dari perempuan muslimah di Indonesia. Kelompok Muslimah perempuan ini mulai memanfaatkan teknologi atau digital sebagai alternatif mereka menjangkau dunia yang lebih luas dibandingkan sebelum terjadinya pandemi. Runtuhnya sekat-sekat geografis mampu dimanfaatkan mereka”, kagumnya.
Kemudahan yang sama juga dirasakan oleh lapisan perempuan Muslimah lain yang menghidupi keberagaman yang lebih konservatif. Persaingan wacana dan aktivisme antara keduanya (juga kelompok lain) telah menjadikan sejarah bahkan peta baru yang penuh warna sebagai fenomena cyber-Islam.
Beberapa hal yang menarik dalam perbincangan kali ini menimbulkan antusiasme peserta untuk bertanya. Beberapa peserta semangat untuk bertanya di akhir sesi satu ini.
Selanjutnya acara ini bisa dinikmati langsung melalui akun youtube TIM IT FUPI *Rosi