Shortcourse Lisafa Centre Malaysia sesi ke 3; Pengantar Filsafat Islam

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga kembali menjalin kerjasama dengan Lisafa Centre Malaysia. Kali ini acara yang digelar adalah shortcourse sesi ke 3 yakni Philosophy, Religion and Diversity. Shortcourse yang dilaksanakan secara daring dengan media zoom meeting pada Sabtu tanggal 24 April 2021. Pertemuan kali ini di isi oleh Dr. Muhammad Iqbal, S.Fil.I., M.S.I. tema pertemuan kali ini tentang pengantar filsafat.

Iqbal menyampaikan beberapa masalah yang terlahir dalam filsafat Islam yaitu relasi Islam dengan filsafat, definisi yang paten digunakan untuk menunjuk filsafat Islam, pelabelan yang beda antara filsafat Islam, Filsafat Arab, atau filsafat muslim, selanjutnya tentang pokok persoalan dalam perkembangan awal filsafat Islam, dan terakhir tentang historisitas filsafat Islam.

“Setidaknya ada empat hubungan antara filsafat dengan Islam, yaitu independen, konfliktual, dialogis dan integratif. Ini saya ambil dari karyanya Ian Barbour yakni In The God name: Religion and Science”, kata Iqbal.

Pertama, relasi dasar filsafat Islam yang independen. Artinya masing-masing (filsafat dan Islam) memiliki sejarah yang terpisah. Islam hadir di Arab 6 M dan filsafat muncul di abad 6 SM. Artinya ada jarak 12 abad antara munculnya filsafat dan Islam di Arab. Mereka sama-sama berkembang sendiri-sendiri. Asumsi lainnya adalah apa manfaat yang dihadirkan filsafat kepada Islam jika Islam harus menggunakan filsafat? Jika filsafat hanya membahas tentang tuhan, maka dalam Islam sudah ada yang namanya ilmu kalam, ushuluddin, ilmu tauhid, dll. Dengan demikian, tidak perlu adanya gabungan antara filsafat dengan Islam dan biarkan berdiri sendiri-sendiri.

Kedua, bentuk relasi konfliktual yang masih terpisah. Asumsi dasarnya karena pembuktian atau pengetahuan dalam filsafat dimulai dari sifat keragu-raguan yang rasional berdasarkan akal (skeptisisme) yang kemudian memunculkan pertanyaan. Sedangkan Islam berawal dari keyakinan, iman, yang sangat kontradiksi dengan filsafat. Selain itu, filsafat menggunakan nalar logis-rasional, kreatif, dan Islam menggunakan sikap yang lebih hati-hati, stagnasi cara pandang.

Ketiga, bentuk relasi dialogis. Asumsi dasarnya, antara filsafat dengan Islam memiliki konsen yang sama. Yakni, dua-duanya membahas tentang kebenaran (al-haqq), mengetahui apa itu yang benar (teoritis) dan praktis (melaksanakan kebenaran). Selain itu, filsafat dan Islam juga membahas tentang kebijaksanaan. Dalam Islam dikenal dengan hikmah yang juga tercantum dalam Al-Quran yang diberikan kepada ulul albab atau dalam filsafat dikenal dengan filosof. Selain itu, dalam perkembangan sejarahnya beberapa aliran mencoba mendialogan anatara filsafat dengan Islam, misalnya iluminisme, paripaterik, neoplatonisme, dll.

Keempat, integratif. Asumsi dasar dari relasi ini adalah dalam teologi Kristen menyatakan iman itu butuh penalaran. Dalam Ilmu Kalam, iman bisa bertambah dan berkurang karena praktik keagamaan tetapi praktik keagamaan tidak dapat dilakukan tanpa mengetahui teoritikalnya terlebih dahulu. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dalam mencari tuhan dengan memanfaatkan akal atau nalar rasional. Selain itu, iman datang bersamaan dengan penalaran rasional, jika tidak diawali dengan penalaran rasional dinamakan taqlid.

Acara kali ini cukup menarik partisipan, ada sekitar 30 partisipan yang hadir dalam acara ini. Selain itu, beberapa peserta sangat apresiasi terhadap acara ini dengan mengajukan pertanyaan. Kemudian acara ini bisa di lihat dan dengarkan langsung dalam link youtobe https://www.youtube.com/watch?v=igQrGqYB25E

*Ros