Dalam rangka memperkuat kerjasama dalam bidang akademik, Lisafa Centre Malaysia dan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga kembali melaksanakan Shortcourse on Philosophy, Religion, and Diversity sesi ke empat. Pada pertemuan kali ini diisi oleh Dr. Alim Roswantoro, M.Ag. acara yang di moderator oleh Ibu Salma yang akrab dikenal Mak Cik yang juga alumni Magister Aqidah dan Filsafat Islam, FUPI UIN Sunan kalijaga. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 2021 pada pukul 08.00-10.30 WIB dengan bacaan basmallah.
Alim Roswantoro menyampaikan tema Religius Diversity or Pluralism and Religious Freedom: Philosophical and Islamic Perspective. Dalam hal ini Alim menekankan tentang definisi pluralisme dan keragaman. Yang perlu diperhatikan dalam keragaman adalah perbedaan agama-agama di dunia missal Islam, Hindu, Budha, Kristen, dan lain sebagainya. Sedangkan pada masing-masing agama memiliki deminasi atau aliran keagamaannya sendiri. Sehingga keberagaman itu ada dalam agama dan ada dalam alirannya.
“Lalu bagaimana cara kita menyikapi tentang fakta keragaman keagamaan atau pluralisme itu? Dan apa pendekatannya. Paling tidak ada enam pendekatan yang perlu kita gunakan antara lain eksklusivisme, inklusivisme, agnotisisme, relativisme, dan terakhir toleransi. Dan bagaimana masing-masing pendekatan memandang keragaman keagamaan?”, ucap Alim.
Ekslusivisme menganggap hanya ada satu agama yang benar dan agama lain salah sedang sebaliknya inklusivisme yakni hanya ada satu agama yang benar, tetapi agama lain juga mengandung kebenaran akan tetapi tidak utuh dan memiliki kesalahan-kesalahan ajaran. Selanjutnya tentang relativisme yang menyatakan kebenaran transenden dan objektif itu tidak ada dalam semua agama, kebenaran agama tergantung pada subjektifitas penganut agamanya masing-masing. Sedangkan agnotisisme yakni skeptis terhadap kebenaran yang objektif dan tidak bisa mengetahui kebenaran-kebenaran agama. Terakhir adalah toleransi, bisa mengakui keberadaan agama lain di luar agama kita dan paham di dalamnya.
“Dari beberapa pendekatan agama, menurut saya, pendapat yang perlu di kembangkan adalah pendekatan toleransi. Dalam ruang privat, toleransi kita akan mengatakan agama kita merupakan agama kita paling benar. Tapi dalam ruang publik, kita mengakui perbedaan agama-agama dan secara aktif mendorong kerukunan, menghargai, dan memberi ruang pada mereka untuk melakukan ibadah keagamaan. Yang tidak bisa dibenarkan hanya justifikasi kekerasan atas nama keyakinan agama”. Imbuhnya.
Beberapa filosof juga setuju dengan toleransi dan memberikan kontribusi pemikiran mengapa keberagamaan atau diversity terjadi di muka bumi, hanya saja dengan versinya sendiri-sendiri. Adapun pandangan filosof yang setuju dengan toleransi ini antara lain Xavier Irudayaraj, Mukti Ali, Willfred Cantwill Smith, dan John H. Hick. Tidak hanya filosof, beberapa ayat dalam Al-Quran juga mendukung adanya perbedaan atau keberagaman ini.
Acara yang diikuti sekitar 30 peserta ini cukup menarik, selain menambah wawasan keilmuan tetapi juga sebagai akar pembentuk nalar toleransi beragama. Acara ini bisa dilihat lebih lanjut di akun youtobe https://www.youtube.com/watch?v=8DTMR8hoQZI&t=1357s atau Al-Risalah Institute For Islam