Kesetaraan Gender: Tantangan dan Jawaban

Dalam rangka peringatan Hari R.A Kartini, Museum Benteng Vredeburg mengadakan bincang publik tentang Kesetaraan Gender: Tantangan dan Jawaban, pada Sabtu, 24 April 2021 via zoom meeting. Pihak Museum Benteng Vredeburg menjelaskan bahwa kesetaraan gender berarti berbicara tentang hak dan kesempatan yang dimiliki oleh tiap manusia, terlepas dari jenis kelamin apapun. Dalam beberapa dekade, isu terkait diskriminasi gender dan kekerasan perempuan, hal ini pun memicu perihal kesetaraan gender terus disuarakan.

Oleh karenanya, untuk menyukseskan dan tercapai maksud tujuan, Museum Benteng Vredeburg menggandeng dua narasumber terkait gender, yaitu: Damaira Pakpahan selaku aktivis perempuan, dan Dr. Inayah Rohmaniyah M. Hum., M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, sekaligus Peneliti Studi Gender Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Kemudian, pihak museum juga menggaet Siti Utami Dewi Ningrum, M.A selaku Peneliti Sejarah dan Gender Pusat Studi Lokahita untuk menjadi moderator.

Webinar Kesetaraan Gender: Tantangan dan Jawaban dimulai pada sekitar pukul 09.00 dengan jumlah peserta hadir sekitar 30-40 orang dengan rentang golongan yang majemuk. Untuk mengawali webinar, moderator memberikan kesempatan kepada Drs. Suharja selaku kepala museum, sekaligus mewakili pihak penyelenggara ( Museum Benteng Vredeburg ). Ia menyapa peserta dengan sebutan “sahabat museum”, serta menyampaikan urgensi dari kesetaraan gender dalam ruang lingkup kehidupan, dan memberikan apresiasi kepada para peserta zoom meeting.

Berlanjut ke acara inti, yaitu sesi materi inti yang diawali oleh Damaira Pakpahan. Ia menjelaskan bahwa kesetaraan gender adalah kesetaraan kedudukan baik bagi perempuan, laki-laki, dan orang yang beragam gender. Damaira lanjut menjelaskan, sementara keadilan gender adalah suatu proses untuk mencapai kesetaraan gender itu sendiri. Tantangan-tantangan dalam menghadapi gender antara lain adalah gerakan yang menolak kesetaraan gender, seperti contoh hasil penelitian Human Right Watch (2021) bahwa telah terjadi pemaksaan pemakaian jilbab yang melanggar hak asasi perempuan dalam hak atas pekerjaan dan pendidikan. Peristiwa tersebut menyiratkan bahwa masih terjadi dari maraknya budaya patriarki di segala lini

Damaira mengutip data Indeks Pembangunan Gender ( 2017 ), data tersebut menerangkan bahwa Indonesia berada di peringkat 9 dari 10 negara ASEAN dan termasuk salah satu negara ASEAN yang di bawah nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan kesetaraan pembangun perempuan dan laki-laki di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara ASEAN lainnya. Kendati melambat, sejak tahun 2010, pembangunan gender di Indonesia terus mengalami peningkatan sebesar 90,99 % hingga tahun 2018, kutip Damaira dari Pribudiarta ( BPS ).

Di akhir materi, Damaira memberikan solusi kesetaraan gender adalah dengan adanya perwakilan perempuan, dalam arti untuk menghilangkan budaya patriarki, dan benar-benar berjuang untuk kepentingan kesetaraan gender, bukan untuk kepentingan oligarki semata. Atau bahkan korupsi, kolusi, dan nepotisme. “Gender bukan hanya tentang perempuan, dan mimpi kesetaraan gender kita masih berjalan”, pungkas Damaira untuk menutup sesi materinya.

Berlanjut ke sesi materi II, yang disampaikan oleh Dr. Inayah Rohmaniyah M. Hum., M.A, selaku Peneliti Studi Gender, sekaligus dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Inayah meracik materi dengan judul “Belajar dari Kartini Tentang Kesetaraan”, sesuai dengan judul, Inayah mengeksplorisasi Kartini untuk diambil nilai-nilai dan hikmahnya. “Mengingat-ngingat sejarah R.A Kartini dan apa-apa yang bisa kita ambil.” Pungkas Dr. Inayah mengawali materi.

Dr. Inayah menghimbau bahwa perayaan R.A Kartini tidak sebatas perlombaan baju adat istiadat atau dandan saja, namun perayaan R.A Kartini dapat beranjak ke kajian-kajian diskusi karakter R.A Kartini itu sendiri, seperti yang diselenggarakan oleh Museum Benteng Vrederburg. Kemudian Dr. Inayah lanjut menjelaskan bahwa R.A Kartini memiliki pola pikir yang kritis, dan ia sangat mengapresiasi dengan R.A Kartini yang mampu berpikir kritis dengan kisaran usia yang sangat muda ditambah kondisi kolega keluarga yang membelenggunya.

Ia juga menganjurkan kepada para peserta untuk menulis sebagai bentuk ekspresi pemikiran dan harapan. Merefleksi kepada R.A Kartini, ia gemar sekali menulis surat kepada saudaranya, Starla. Isi surat tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah bentuk dari pemikiran kritis R.A Kartini dan harapannya. “Bapak-bapak, ibu-ibu, dan semua yang hadir. Kita harus bisa menulis, menulis adalah obat yang mujarab, apapun itu. Karena salah satu cara agar kita bisa dikenang adalah dengan tulisan-tulisan kita” ujar Dr. Inayah kepada para peserta dengan semangat.

Menurut Dr. Inayah, salah satu hal yang paling hebat dari R.A Kartini dan patut untuk dipelajari adalah kombinasi intelektualisme dan aktivisme. Karena menggabungkan atau mengombinasikan intelektualisme dan aktivisme adalah suatu hal yang sulit untuk dilakukan dan butuh keberanian untuk melakukannya. Pada akhir sesi materi, Dr. Inayah mengatakan bahwa Simbol agensi dan kuasa perempuan cerdas, tangguh, mempunyai daya juang yang kokoh dalam situasi apapun, transformer, peduli pada nasib orang lain, agama, dan bangsa.

Webinar Kesetaraan Gender: Tantangan dan Jawaban berakhir dengan sesi tanya jawab dari para peserta kepada narasumber, serta pembagian souvenir kepada beberapa perserta yang beruntung.*sat