“Integrasi-Interkoneksi Keilmuan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam”

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah menyelenggarakan kegiatan rutin yang dilakukan dua minggu sekali yakni webinar series dengan dosen sebagai pembicaranya. Sedangkan pesertanya meliputi dosen FUPI dan para mahasiswa FUPI. Ini adalah kali pertama webinar dilakukan dalam sesi tahun 2021. Acara tersebut dilakukan pada Kamis, 25 Februari 2021 dengan pembicara utama Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, M.A dan Dr. Alim Roswantoro, M.Ag. serta dimoderatori oleh Hasna Syafarina Rasyidah, M.Phil. kemudian acara dibuka dengan basmallah dan Dekan Fakultas Ushuluddin, Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum., MA. membuka acara webinar tersebut serta menyampaikan sambutannya.
Webinar dengan tema “Integrasi-Interkoneksi Keilmuan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam” dilakukakan secara daring sesuai dengan anjuran dan surat edara pemerintah untuk melakukan aktivitas akademik secara daring seiring dengan masih rawannya bencana global Covid-19. Aktivitas daring webinar tersebut dilakukan dengan zoom meeting yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam 30 menit. Tema-tema terkait kajian keushuluddinan di kalangan dosen dan mahasiswa memang sedang menjadi konsentrasi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga sebagai bagian dari komitmen bersama untuk berpegang teguh kepada bangunan keilmuan yang ada di dalam ushuluddin guna meningkatkan mutu keushuluddinan.
Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, M.A sebagai pembicara melihat integrasi keilmuan secara “kaffah” atau menyeluruh dimulai dari masa lalu, perjalanannya dan masa depannya. Ia juga menekankan pada implementasi integrasi tidak hanya sekedar ilmu untuk ilmu tetapi lebih dari itu yakni ilmu untuk bangsa dan kemanusiaan. Implementasi integrasi keilmuan tidak hanya bisa dilakukan di ranah akademik tetapi juga ranah sosial yang mencakup nation and humanism. Setidaknya ada tiga point, pondasinya, bangunan dan aktifitas atau manfaatnya.
Pertama, tentang pondasi. Kita perlu belajar dari negara-negara luar yakni Kyoto (Jepang), untuk tingkat Pendidikan S1 tidak perlu diminta untuk membuat karya ilmiah. Tetapi lebih kepada pengenalan litaarofu misalnya ayatisasi dan hadisisasi. Siswanto juga menyatakan bahwa integrasi lebih dianggap sebagai “kolaborasi” atau sesuai dengan ayat litaawanu alal birri wat taqwa dan hal ini bisa dilakukan mahasiswa S2 dan S3 untuk berkolaborasi dengan fakultas-fakultas yang lain. Pondasi lainnya adalah pernyataan tokoh ilmuwan seperti Albert Einstein yang menyatakan bahwa “ilmu tanpa agama buta dan agama tanpa ilmu lumpuh”. Selain dari kedua pondasi tersebut, ia juga mengutip dari beberapa ayat suci al-Qur’an sebagai pondasi.
Kedua, bangunannya. Tiga core velues yang ada di UIN menjadi bangunan dalam integrasi yakni visi misi, Continue Inprovement dan Inklusif. Prof Siswanto mengkaitkan ketiga core velues tersebut dengan linearitas yang masih berlangsung dan megakar kuat di perguruan tinggi. Linearitas memang diperlukan untuk dosen tetap mempunyai satu keahlian di satu bidang tertentu tetapi perlu juga untuk para dosen untuk keluar dari linearitas. Tidak hanya itu, core velues integrasi juga sudah terlambang di hymne UIN Sunan Kalijaga.
Ketiga, manfaat. Prof Siswanto menyatakan bahwa manfaat dapat terlihat pada aktivitasnya yang terlambang dalam epistemologi dan aksiologi. Hal ini dapat dilakukan sesama mahasiswa, lembaga, pihak, maupun organisasi. Kuncinya adalah komunikasi, lalu apresiasi, mengakui (rekognisi), resiprositi (memandang yang satu dengan yang lainnya penting) contohnya Ushuluddin memandang Syariah itu penting sehingga ushuluddin butuh Syariah. Kemudian semua akan diakhiri dengan kolaboratif yang ia singkat dengan KARRK. Implementasi dari semua itu tidak hanya dalam ranah akademik tetapi berakhir pada sikap atau attitude yang bisa dilakukan semua aktivis akademik.
Selanjutnya, Dr. Alim Roswantoro menjadi pembicara kedua mengulas kembali integrasi-interkoneksi yang dinyatakan oleh Amin Abdullah. Ia menekankan pada konsep epistemologi ala integrasi-interkoneksi. Selain itu, Ia menjelaskan perkembangan keilmuan bukan berarti memurnikan kajian agama dari kajian-kajian selain agama. Hal yang demikian bisa diartikan kemunduran dan bukan kolaborasi. Amin Abdullah bukan satu-satunya ilmuwan yang menginisiasi konsep ini tetapi terlebih dahulu sudah ada Mukti Ali.
Dr. Alim Roswantoro melihat lebih jauh masalah yang muncul sebelum adanya integrasi-interkoneksi adalah dikotomi antara agama dengan science sehingga nalar yang terbentuk adalah nalar dominasi. Nalar ini didekontruksi oleh oposisi biner dengan ciri selalu membedakan antara yang hitam dengan yang puti dan anti dialektis atau kompromi. Dengan itu diperlukan nalar diskursif untuk menggeser nalar dominasi.
Sebelum acara webinar series ditutup, ada sesi tanya jawab yang dibuka untuk para peserta. Beberapa peserta telah mengajukan pertanyaan yang cukup kritis kepada para pembicara. Selanjutnya, sebagai penutup, acara tersebut ditutup dengan bacaan hamdalah dan webinar selanjutnya akan dilakukan dua minggu lagi. Isi dari webinar sesi pertama dapat di lihat di akun youtobe “Tim It Fupi” dengan link https://www.youtube.com/watch?v=EYqez_lSnuo&t=3s