FakultasUshuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kembali
menjadi ruang dialog hangat antara pimpinan fakultas dan mahasiswa. Pada Jumat,
19 September 2025, pukul 09.00 WIB, lima organisasi mahasiswa ekstra kampus
yang berkiprah di lingkungan FUPI hadir memenuhi undangan khusus untuk
bersilaturahmi dan menerima wejangan kepemimpinan dari Dekan, Prof. Dr. H. RobbyHabiba Abror, S.Ag., M.Hum. beserta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan
Kerjasama, Dr. Ahmad Salehudin, S.Th.I., MA. Pak WD3 berpesan agar semua elemen dapat bersinergi, menghargai perbedaan
dan saling menjaga harmoni serta ikut menciptakan kondusivitas dalam
berorganisasi. Kegiatan yang berlangsung di ruang dekan tersebut dihadiri oleh
para ketua organisasi mahasiswa ekstra di lingkungan FUPI, Muhammad Badri Al
Nabil (Ketua PMII), Selvira Gusti Ayu (Ketua HMI DIPO), Koko (Ketua HMI MPO), dan
Farid Aditya (Ketua IMM).
Dalam
sambutannya, Dekan menegaskan bahwa semua mahasiswa, apapun latar organisasi
yang mereka pilih, adalah bagian dari keluarga besar Fakultas Ushuluddin. “Ushuluddin menjadi tenda besar bagi kita
semuanya. Bendera seperti kendaraan yang dapat mengantarkan saudara menjadi mahasiswa
yang punya nilai lebih. Dari pendaftar yang kalian sampaikan, berarti jumlah
mahasiswa kita yang aktif di organisasi sekitar 10 persen, sedangkan selebihnya
memilih tidak berorganisasi. Kelebihan dari aktif berorganisasi adalah kalian dapat
berlatih ikut berkhidmat, melayani, membantu memecahkan masalah serta ikut memikirkan
eksistensi dan kemajuan komunitas.” ungkapnya.
Lebih jauh, Dekan mengutip tokoh-tokoh inspiratif
yang memengaruhi pemikirannya dalam melihat peran mahasiswa dan organisasi
Islam. Pertama, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), beliau pernah mengingatkan
bahwa kekuatan ideologis Islam itu cukup besar, tetapi selalu mengalami
kenyataan yang pahit dari masa ke masa. Itulah pentingnya menekankan visi
“Islam Rahmatan lil ‘alamin” dalam setiap kiprah kepemimpinan, sehingga seorang
pemimpin tidak akan mudah tergelincir dalam praktik yang merusak seperti KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Kedua, Nurcholish Madjid (Cak Nur) dengan
jargonnya yang terkenal, “Islam Yes, Partai Islam No”, beliau mengajak
umat Islam untuk melihat Islam dari substansinya, bukan sekadar formalisasinya dalam
politik. Ini juga sebagai penegasan bahwa pengabdian untuk umat jangan sampai dirusak
oleh akhlak yang buruk atau formalisasi agama yang kaku. Ketiga, Amien Rais, pernah
menekankan realitas bahwa memang ’Tidak ada Negara Islam”. Meskipun penuh
kontroversi, tetap dipuji oleh Gus Dur sebagai salah satu dari tiga pendekar Chicago
(bersama Buya Syafii Maarif dan Din Syamsuddin). Bagi Amien, Islam lebih
menekankan nilai-nilai akhlak universal yang harus menjadi landasan dalam
bernegara, seperti keadilan, kesejahteraan dan persamaan.
Dekan juga menyinggung pemikiran Syekh Muhammad Abduh yang menekankan perbedaan antara praktik sosial di Eropa dan dunia Islam,
serta menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan atas nama agama harus ditolak
demi kemanusiaan. Ia mengutip Sayyidina Ali, “Samrotul ‘Ilmi al-‘Ibadah”
buah dari ilmu adalah ibadah, dan mengingatkan mahasiswa agar terus menghiasi agama
dan kampus kita ini dengan akhlak sebagaimana diteladankan oleh Rasulullah saw.
Selain itu, Dekan mendorong mahasiswa agar produktif mencari titik temu di tengah perbedaan. “Bagaimana kita agar produktif dengan mencari persamaan-persamaan di tengah perbedaan. Kalian bisa berkolaborasi menulis bersama terkait dengan ”persoalan kemanusiaan dan kebangsaan”. Perbedaan itu rahmat, jadi perlu dikelola dan dikembangkan kelebihan masing-masing. Jadi mungkin idenya nanti dari Ushuluddin ini menawarkan pandangan-pandangannya. Beberapa tonggak pilarnya, kita bisa merujuk ke Gus Dur, Cak Nur, Buya Syafii, Pak Amien, Kang Jalaluddin Rakhmat dan banyak tokoh nusantara yang telah memberikan sumbangsih pemikiran mereka. Termasuk di Ushuluddin ada Pak Mukti Ali, pelopor pendirian Program Studi PerbandinganAgama (sekarang SAA) di UIN (dulu IAIN) Sunan Kalijaga pada 1961, beliau pernah menjadi Menteri Agama RI pada masa Presiden Soeharto, dan juga Pak Amin Abdullah, penggagas ide integrasi dan interkoneksi keilmuan (takamul al-’ulum waz-diwaji al-ma’arif).” ungkapnya. Ia juga mengingatkan agar mahasiswa terus merawat cara berpikir, menjaga taman imajinasi, serta mensyukuri setiap proses pembelajaran.
Kegiatan yang berlangsung penuh keakraban ini diakhiri dengan ajakan untuk terus memperkuat kolaborasi lintas organisasi. “Rawat alam berpikirmu, rawat taman imajinasimu. Hidup dan proses pembelajaran ini harus dinikmati, disyukuri dan dijalani. Semoga kalian semua menjadi anak muda yang selalu belajar untuk memperbaiki diri, menjadi contoh yang baik untuk teman-teman dan adik kelas kalian dan menjadi pemimpin yang sukses,” pungkas Dekan. Acara ini diakhiri dengan sesi foto bersama sebagai tanda kolaborasi dan persatuan.